DI BAWAH JEMARI HUJAN

Oleh Kak Sardono Syarief

payungHujan masih saja turun dengan deras. Di mana-mana tampak basah. Semua orang gelisah menanti hujan reda. Sejauh itu, beberapa anak lelaki belasan tahun saling lari menyerbu calon penumpang bus yang basah diguyur hujan.

“Ngojek payung, Pak?”tawar Nano kepada seorang Bapak berkumis tipis yang sedang berteduh di sudut terminal.
Bapak yang ditawari mengangguk.

“Berapa, Dik?”tanyanya ramah.

“Murah, Pak. Cuma seribu rupiah,”jawab Nano sopan.

“Oh, ya? Sini, Dik!”

“Ke mana, Pak?”Nano mendekat. Tubuh anak itu tampak menggigil kedinginan.

“Ke jalur bus jurusan Bandung,”Bapak yang berkemeja putih tadi menjawab sembari tersenyum.

“Oh,ya! Mari, Pak!” Nano mengulurkan setangkai payungnya kepada Bapak tadi.

“Terima kasih, Dik,”sahut Bapak setengah baya tadi sambil menerima payung dari tangan Nano.

Selang sesaat, dengan berpayung milik Nano, Bapak yang bertubuh agak gendut tadi melangkah menuju bus jurusan Bandung. Sementara itu Nano jalan mengiringi Bapak tadi dengan berhujan-hujanan.

Siapa sih Nano itu?

Nano adalah salah seorang anak lelaki di antara sekian anak pengojek payung di terminal bus induk Cirebon. Ia bertubuh sedang, berkulit sawo matang, dan berambut lurus. Nano merupakan anak tunggal Mak Darniyah yang kini sudah lama hidup menjanda. Adapun Pak Surip, ayah Nano, sudah meninggal sejak anak itu baru berumur dua tahun.

“Ini payungnya, Dik!” begitu tiba di salah satu bus jurusan Bandung, Bapak yang diantar tadi mengulurkan payungnya kepada Nano. “Ini uang sewanya!” selembar uang lima ribuan berpindah ke tangan Nano.

“Terima kasih, Pak,”Nano menerima uang tersebut dengan senang hati. “Ini kembaliannya,Pak!”anak itu mengulurkan kelebihan uang kepada Bapak yang berpenampilan rapi tadi.

“Tak usah! Untuk kamu saja!”kata Bapak tadi dengan tulus.

“Pak........!”seru Nano tak habis mengerti. Mulut anak itu sedikit menganga.

“Sudah ambil saja untuk kamu! Bapak ikhlas kok,”kata Bapak tadi seraya tersenyum.

“Tapi, Pak....?”

“Sudah ambil saja!”potong Bapak tadi mantap.

“Kalau begitu, terima kasih sekali, Pak.”ucap Nano dengan hati berbunga-bunga.

Bapak tadi mengangguk. seraya meninggalkan Nano. Lalu masuk ke dalam bus.
Usai itu, Nano pun melangkah menuju tempat temannya berkumpul, di teras depan terminal. Namun sebelum anak itu tiba pada tempat tujuan, tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilnya.

“Hai, Pengojek payung!”

Nano berpaling ke arah sumber suara. Pandangan anak itu menangkap seorang Ibu muda dari sudut terminal melambai-lambaikan tangan kepadanya.

“Sini!”seru Ibu muda tadi kepada Nano. Melihat itu, Nano segera mendekat.

“Saya,Bu?”

“Iya,”balas Ibu tadi ramah. “Tolong Ibu antarkan, ya!”pinta Ibu tadi penuh harap.

“Ke mana, Bu?”

“Ke bus jurusan Pekalongan, ”sahut Ibu muda tadi sambil tersenyum.

“Mari, Bu!”

“Berapa sewa payungnya, Dik?”tanya Ibu tadi sebelum melangkah.

“Murah, Bu. Cuma seribu rupiah saja, kok,”jawab anak kelas 5 SD tadi seraya tersenyum.

“Wah, kok mahal amat, Dik! Apa tak bisa kurang ?”

Nano menggeleng,“Ini tarif umum, Bu. Semua teman juga sekian.”

“Untuk Ibu apa tidak bisa ditawar?”

“Mau Ibu berapa?”

“Kurangi lima ratus, ya?”

Nano diam sejenak untuk mengolah pikir. Tak lebih setengah menit dari itu, dia pun berkata,”Ya sudah, Bu. Ini payungnya!”

“Bagaimana? Bisa?”tanya Ibu muda tadi seraya memperhatikan sikap Nano. Anak yang ditanya mengangguk Setuju.

“Terima kasih! Mana payungnya?”pinta Ibu muda tadi.

“Ini, Bu!”Nano segera mengulurkan setangkai payungnya kepada Ibu muda tadi.

Tak lama dari itu, melangkahlah Ibu muda tadi dengan diiringi Nano. Seperti biasa, setiap kali mengantar penyewa payung, Nano lebih suka pilih jalan di samping orang yang diantar. Pikir anak itu, lebih baik dirinya yang basah kuyup diguyur hujan daripada orang yang menyewa payungnya ikut basah. Bukankah setangkai payung bila digunakan untuk berdua, bisa berakibat basah pada pundak masing-masing orang yang membawanya? Sejurus kemudian, Ibu muda tadi telah sampai pada tempat tujuan. Yaitu di jalur bus jurusan Pekalongan, Jawa Tengah.

“Ini.Dik ! Terima kasih, ya...?”selembar uang lima ribuan segera berpindah ke tangan Nano.

“Terima kasih, Bu. Ini kembalinya!”sahut Nano. Anak lelaki itu segera mengulurkan uang kembaliannya.

”Tak usah. Kembaliannya untuk kamu!” seraya tersenyum, wanita berparas cantik tadi berkata.

“Lho, Bu! Sisanya kan masih banyak? ”

“Ya. Ambillah untuk kamu!”

Nano melongo. Heran bercampur senang. Sama sekali dia tak pernah menyangka kalau siang itu akan datang dua kali rezeki nomplok kepadanya.

“Bu.......!”mulut Nano menganga.

Ibu muda tadi tetap tak mau menerima uang kembaliannya. Bahkan segera berlalu dari Nano.
Dari pengalaman tersebut, Nano sangat bersyukur kepada sang Pencipta.
“Tuhan! Terima kasih atas kemurahanMu !”kedua tangan anak itu tengadah tinggi-tinggi ke langit. ***

Kak Sardono Syarief
E-mail: sardonosyarief@yahoo.co.id

0 komentar:

Posting Komentar