Pendidikan Butuh Peran Parlemen

Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Djalal mengatakan, undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menegaskan bahwa pendidikan bukan sarana komersialisasi. "Sebetulnya dari UU itu sendiri sudah tegas bahwa pendidikan itu bersifat nirlaba jadi tak ada jalan untuk komersialisasi," katanya saat menghadiri undangan pembukaan sidang Pertama Forum of Asia Pacific Parliamentarians for Education (FASPPED) di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (6/07).

Forum parlemen ini penting diselenggarakan terkait dengan regulasi dan pembiayaan bidang pendidikan. Indonesia, kata Fasli, mulai dua tahun yang lalu mengambil inisiatif untuk mempertemukan pimpinan dan anggota parlemen dari negara-negara Asia-Pasifik supaya memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan. "Indonesia mempunyai catatan sejarah yang cukup penting di dalam menyinkronisasikan dukungan parlemen untuk mencapai pendidikan untuk semua yang bermutu dan relevan," katanya.

Fasli juga mengatakan, forum ini berperan dalam menciptakan regulasi yang mendukung pencapaian pendidikan untuk semua, menjamin pembiayaan sesuai dengan kebutuhan, dan melakukan pengawasan program pendidikan.

Fasli menyebutkan, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar anak usia 7-12 tahun mencapai 115 persen. Tantangannya, kata dia, adalah pada pendidikan menengah pertama. Dia menyebutkan, APK SMP 96 persen, tetapi angka partisipasi murninya 70 persen. "Kita harus menjangkau anak-anak yang perlu lagi dijangkau," katanya.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie meminta parlemen-parlemen di kawasan Asia-Pasifik memiliki komitmen kuat, untuk menghasilkan undang-undang yang mendukung terwujudnya target-target pendidikan untuk semua. Parlemen, kata dia, hendaknya juga melakukan pengawasan efektif terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan agenda pendidikan nasional.

Marzuki menyampaikan, parlemen perlu meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai di bidang pendidikan. "Tidak hanya bertujuan agar pendidikan yang terjangkau dapat dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu dan terpinggirkan, melainkan juga bertujuan agar peningkatan kualitas pendidikan dapat terus diupayakan," katanya sesaat sebelum secara resmi membuka forum tersebut.

Forum yang diselenggarakan 6-7 Juli itu dihadiri perwakilan parlemen se-Asia Pasifik di antaranya dari Afganistan, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, India, Iran, Indonesia, Pakistan, Malaysia, Filiphina, Korea Selatan, Timor Lesta, Thailand, Uzbekistan, dan Vietnam.

Marzuki mengatakan, ada permasalahan mendesak yang dihadapi guna mengatasi beragam rintangan, terhadap upaya penyediaan pendidikan bagi seluruh masyarakat di dunia secara berkelanjutan. Dia menyebutkan enam target pendidikan untuk semua.

Pertama, memperluas cakupan pendidikan, termasuk pendidikan anak usia dini. Kedua, menyediakan pendidikan dasar gratis untuk semua kalangan, dan ketiga memasyarakatkan dan membekali anak-anak dan orang dewasa dengan keterampilan yang berguna untuk kehidupan.

Adapun target pendidikan keempat adalah meningkatkan tingkat melek huruf hingga 50 persen. Target kelima adalah mencapai kesetaraan gender pada 2015, sedangkan target keenam adalah meningkatkan kualitas pendidikan.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyampaikan, penggunaan bahasa memiliki peran penting di era globalisasi khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini, kata dia, dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya pertukaran di bidang pendidikan. "Era globalisasi memerlukan bahasa Inggris sebagai alat untuk berkomunikasi baik untuk kawasan Asia-Pasifik dan belahan dunia lainnya," ujarnya. ***

Sumber: www.kemdiknas.go.id

0 komentar:

Posting Komentar